PENGARUH DAUN SENDUDUK (Melastoma malabathricum.L)
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
Disusun
Oleh :
1. ASMAT
BURHAN (10620345)
2. MOISES
D. C. (10620363)
3. RIZKY
D.C RAHAYU (10620373)
4. WAHYU
EKAWATI (10620379)
5. YANUARIUS
F.R (10620381)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi
normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit,
mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Luka bakar adalah kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia,
listrik dan radiasi (Moenadjat,
2003).
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga amat
mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas
(mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai
macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Effendi, 1999).
Luka bakar merupakan penyebab kematian
ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih
sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau
lanjut usia ( diatas 70 th).
Banyak orang masuk rumah sakit setiap
tahunnya disebabkan karena luka bakar. Luka bakar tidak hanya berpengaruh
terhadap kulit tetapi berpengaruh terhadap sistem tubuh secara menyeluruh.
Menghisap asap dan infeksi pada luka merupakan komplikasi pasien yang mengalami
luka bakar.
Peristiwa kecelakaan luka bakar pada
umumnya adalah disebabkan oleh faktor kelalaian manusia. Pada kenyataannya
memang pengetahuan dan disiplin masyarakat umum terhadap penyebab dan akibat
yang ditimbulkan peristiwa kecelakaan luka bakar adalah masih sangat minim dan
memprihatinkan. Banyak contoh perilaku keseharian masyarakat disekitar kita
yang tanpa disadari dapat menyebabkan terjadinya peristiwa kecelakaan luka
bakar, seperti misalnya penggunaan telepon selular pada saat mengisi bensin di
SPBU atau pedagang bensin eceran yang berjualan di sebelah kios rokok.
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman
dahulu mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu
upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, jauh sebelum
pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern. Pemeliharaan dan
pengembangan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa terus
ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian, pengujian dan
penemuan obat-obat baru, termasuk budidaya tanaman yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan.
Salah satu tanaman berkhasiat untuk
menyembuhkan luka bakar adalah tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L) dari suku Melastomataceae. Tumbuhan ini
mempunyai khasiat sebagai pereda demam, penghilang nyeri, peluruh urin,
mengobati keputihan, menghilangkan pembengkakan, darah haid yang berlebihan,
dan mengobati luka bakar atau luka berdarah.
Menurut pengalaman masyarakat di Aceh,
daun senduduk dapat digunakan sebagai obat luka dengan cara membubuhkan daun
segar atau daun yang dikeringkan setelah digiling halus pada luka bakar atau
luka berdarah. Senduduk mengandung senyawa flavonoida, saponin, tanin,
glikosida, steroida/triterpenoida yang berperan sebagai penyembuh luka.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat
dirumuskan masalah sebagai beikut:
1.2.1
Bagaimanakah daun tumbuhan senduduk
dapat digunakan untuk penyembuhan luka bakar?
1.2.2
Bagaimanakah cara perawatan luka bakar
dengan menggunakan daun tumbuhan senduduk?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui
kegunaan dari daun tumbuhan senduduk untuk penyembuhan luka bakar.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk
mengetahui cara penggunaan daun tumbuhan senduduk sebagai penyembuhan luka
bakar.
1.4
Manfaat
1.4.1 Bagi
Mahasiswa
Agar
dapat menambah wawasan mahasiswa tentang manfaat daun tumbuhan senduduk sebagai
penyembuhan luka bakar.
1.4.2 Bagi
Institusi
Agar dapat
memberikan penjelasan yang lebih luas tentang penyembuhan pada luka bakar
dengan menggunakan tumbuhan herbal.
1.4.3 Bagi
Masyarakat
Agar
menambah pengetahuan tentang cara penyembuhan luka bakar dengan menggunakan
daun tumbuhan senduduk dan bagaimana cara penggunaannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum L)
2.1.1
Sistematika Tumbuhan (Depkes dan
Kesejahteraan RI, 2001)
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kalas :
Dicotyledoneae
Bangsa :
Myrtales
Suku :
Melastomataceae
Marga :
Melastoma
Jenis :
Melastoma malabathricum L
2.1.2
Sinonim
Nama lain dari senduduk (Melastoma malabathricum L.) adalah Melastoma affine G.Don, Melastoma polyanthum B1 (Depkes RI, 1995)
2.1.3
Nama Daerah
Nama daerah tumbuhan ini di sumatra
adalah senduduk, sedangkan di jawa di kenal dengan nama senggani, sengganen,
kluruk, harendong dan kemanden (Depkes RI, 1995)
2.1.4
Deskriptif Tumbuhan
Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L) tumbuh liar pada tempat-tempat yang
mendapat cukup sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar,
lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata sebagai
tanaman hias dan dapat tumbuh sampai ketinggian 1.650 m di atas permukaan air
laut. Perdu tegak, tinggi 0,5-4 m banyak bercabang, bersisik, berambut, daun
tunggal, bertangkai, letak berhadapan silang. Helai daun bundar telur memandang
sampai lonjong. Ujung lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan berambut
pendek yang jarang dan kaku sehingga teraba kasar. Berbunga majemuk keluar di
ujung cabang, warna ungu kemerahna. Buah masak akan merekah dan terbagi dalam
berbagai bagian, warnanya ungu kemerahan. Biji kecil-kecil warnanya coklat.
Buahnya dapat dimakan, sedangkan daun muda dapat dimakan sebagai lalap atau di
sayur. Perbanyakan dengan biji (dalimartha, 2000).
2.1.5
Kandungan Dan Manfaat
Senduduk mengandung senyawa flavonoida,
saponin, tanin, glikosida, steroida/triterpenoida. Zat aktif yang terkandung
daun senduduk yang berperan sebagai penyembuh luka yaitu:
a. Flavonoid
berfungsi sebagai anti bakteri, antioksidan, dan jika diberikan pada kulit
dapat menghambat pendarahan.
b. Steroid
berfungsi sebagai antiinflamasi.
c. Saponin
memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh
atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Robinson, 1995).
d. Tanin
berfungsi sebagai astringen yang dapat menyebabkan penutupan pori-pori kulit,
memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan (Anief,1997).
Tumbuhan ini berkhasiat untuk mengobati
diare, keputihan, obat kumur, luka bakar, sariawan, pendarahan rahim, dan luka
berdarah (Djauhariya dan Hermani, 2004).
2.2
Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan
kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan
penyari tertentu. Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
a. Cara
dingin
1)
Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksian
simplisisa dengan mengunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
2)
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan
pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyaringan sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur kamar.
b. Cara
panas
1)
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut
pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
2)
Digesti
Digesti adalah maserasi dengan
pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar
yaitu pada 40-50°C (Depkes RI, 2000).
3)
Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan
pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas
air mendidih, temperatur terukur 90°C ) selama 15 menit (Depkes RI, 2000).
4)
Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Depkes RI, 2000).
5)
Sokletasi
Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk
bahan yang tahan pemanasan dengan cara meletakan bahan yang akan di ekstraksi dalam sebuah
kantung ekstraksi (kertas saring) didalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang
bekarja kontinu (voigt,1995)
2.3
Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Krim digunakan sebagai :
1. Bahan
pembawa obat untuk pengobatan kulit
2. Bahan
pelembut kulit
3. Pelindung
kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang
kulit (Anief, 2000)
2.4 Luka
2.4.1 Pengertian Luka
Luka adalah suatu keadaan kerusakan
jaringan dan dapat mengenai stuktur yang lebih dalam dari kulit seperti saraf, otot,
atau membran. Luka, cacat atau kerusakan kulit dan jaringan dibawahnya
disebabkan oleh:
1. Trauma
mekanis yang disababkan karena tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk, terbentur
dan terjepit.
2. Trauma
elektris yang disebabkan cedera listrik dan petir.
3. Trauma
termis yang disababkan panas dan dingin.
4. Trauma
kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat
iritatif lainnya.(Karakata dan Bachsinar,1995)
2.4.2
Klasifikasi Luka
Berdasarkan kedalaman jaringan yang
dikenai, luka dapat dibagi dua yaitu:
1. Simpleks,
bila hanya melibatkan kulit.
2. Komplikatum,
bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. (Karakata dan Bachsinar,1995).
Berdasarkan
keadaannya luka dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Luka
tertutup. Dalam hal ini kulit masih utuh.contohnya:
a. Vulnus contussum
atau luka memar. Disini kulit tidak rusak,tetapi pada pembuluh darah sub kutan,
sehingga dapat terjadi hematom.
b. Vulnus traumaticum.
Terjadi di dalam tubuh,tetapi tidak tampak dari luar.
2. Luka
terbuka. Dalam keadaan ini kulit sudah robek.Contohnya:
a.
Ekskoriasi atau luka lecet adalah cedera
pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar
atau rata.
b.
Vulnus
scissum adalah luka sayat atau iris yang ditandai dengan
tepi luka berupa garis lutus beraturan.
c.
Vulnus
laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi beraturan
atau compang-camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.
d.
Vulnus
punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda
runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari lebarnya.
e.
Vulnus
caesum atau luka potong adalah luka yang disebabkan oleh
benda tajam yang besar,dengan tepi tajam dan rata.
f.
Vulnus
sclopetorum atau luka tembak yang terjadi karena
tembakan, granat, dan sebagainya, dengan tepi luka yang tidak teratur.
g.
Vulnus
morsum atau luka gigit yang disebabkan oleh gigitan
binatang atau manusia,bentuk luka tergantung bentuk gigi penggigit.(Karakata
dan Bachsinar,1995).
2.5 Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan mordibitas dan
mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut. (Yefta, 2003).
Kulit atau jaringan tubuh yang terbakar
akan menjadi jaringan nekrotik.kalau luka karena benda tajam atau benda tumpul,
bila ada jaringan nekrotik kita harus berusaha melakukan debridement pada waktu pertama kali pencucian luka tetapi lain pada
luka bakar, jaringan nekrotik ini tidak dapat dibuang segera tetapi tetep lekat
di tubuh penderita untuk waktu yang relatif lama. Tetap beradanya jaringan
jaringan nekrotik di tubuh si penderita akan mengandung infeksi serta
kesukaran-kesukaran lain dalam perawatannya (Marzoeki, 1993).
Berat ringannya luka bakar tergantung
dari lamanya dan banyaknya kulit badan yang terbakar.Kerusakan paling ringan
akibat terbakar yang timbul pada kulit adalah warna merah pada kulit. Bila
lebih berat, timbul gelembung. Pada keadaan yang lebih berat lagi bila seluruh
kulit terbakar sehingga dagingnya tampak, sedangkan yang terberat adalah bila
otot-otot ikut terbakar (Oswari, 2003).
2.5.1 Klasifikasi Luka
Bakar
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa
jenis berdasarkan penyebab dan kedalaman kerusakan jaringan.
1.
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar
dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
a. Luka
bakar karena api
b. Luka
bakar karena air panas
c. Luka
bbakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
d. Luka
bakar karena listrik
e. Luka
bakar karen logam panas
f. Luka
bakar karena radiasi
g. Cedera
karena suhu sangat rendah
2.
Berdasarkan kedalaman kerusakan
jaringan, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a. Luka
bakar derajat I :
- Kerusakan
terbatas pada superfisial epidermis
- Kulit
kering, tampak pucat sebagai eritrema
- Tidak
dijumpai bula (gelembung berisi cairan)
- Nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan
terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka
bakar derajat II :
- Kerusakan
meliputi dermis dan epidermis
- Dijumpai
bula
- Dasar
luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi dari atas kulit normal
- Nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Derajat
II dangkal (superficial)
Kerusakan
mengenai bagian superfisial dermis. Apendices kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 10-14 hari.
2. Derajat
II dalam (deep)
Kerusakan
hampir seluruh bagian dermis. Apendices kuulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan lebih lama, tergantung kulit
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari satu bulan.
c. Luka
bakar derajat III
- Kerusakan
meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Apendices
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan
- Tidak
dijumpai bula
- Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar koagulasi protein dan lapisan epidermis dan dermis
- Tidak
dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karerna ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan atau
kematian.
- Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka,
tepi luka maupun apendices kulit. (Moenadjat, 2003).
2.5.2 Penyembuhan Luka Bakar
Tindakan
yang dapat dilakukan pada luka bakar adalah dengan memberikan terapi local
dengan tujuan mendapatkan kesembuhan secepat mungkin, sehingga jumlah jaringan fibrosis yang
terbentuk akan sedikit dan dengan demikian mengurangi jaringan parut. Diusahakan
pula pencegahan terjadi peradangan yang merupakan hambatan paling besar
terhadap kecepatan penyembuhan (Henderson M.A,
1997).
Proses
penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi
dan penyudahan yang merupakan penyerupaan kembali (remodeling) jaringan.
1.
Fase
inflamasi
Fase
inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah
yang terputus pada luka menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokontriksi. Pengerutan pembuluh yang terputus
(retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama dengan jala fibrin yang
terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sel mast
dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudat cairan, pembentukan sel radang
disertai vasodilatasi setempat menyebabkan pembengkakan.
2.
Fase
proliferasi
Fase
poliferasi disebut juga fibroplasias karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat kolagen yang mempertautkan
tepi luka.
3.
Fase
penyudahan
Pada fase
ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih dan perupaan kembali jaringan yang terbentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang
sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal
karena proses penyembuhan (Sjamsuhidajat. R dan Wim de jong, 1997).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Pengolahan
Daun Senduduk
Daun senduduk yang telah dikumpulkan
dibersihkan dengan air bersih, ditiriskan di atas tampah yang dialasi dengan
koran. Selanjutnya ditimbang sebagi berat basah sebesar 7,5 kg, kemudian
dikeringkan dengan cara dimasukkan kedalam lemari pengering. Setelah ditimbang
sebagai berat kering sebesar 2,5 kg. Daun senduduk yang telah kering diserbuk
dengan blender.
3.2 Pembuatan EEDS (Ekstrak Etanol Daun
Senduduk)
Pembuatan ekstrak dilakukan secara
perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%.
Prosedur
pembuatan ekstrak
Sejumlah serbuk daun senduduk dibasahi
dengan etanol dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan kedalam alat
perkolator, lalu dituang cairan etanol 96% secukupnya sampai terendam dan
terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung ditutup dengan
aluminium foil dan biarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan biarkan
tetesan ekstrak mengalir. Perkolasi dihentikan setelah 500 mg perkolat terakhir
diuapkan tidak meninggalkan sisa. Selanjutnya ekstrak diuapkan dengan penguap
vakum putar pada temperatur tidak lebih dari 50oC sampai diperoleh
ekstrak kental.
3.3
Pembuatan Krim Ekstrak Luka Bakar
3.3.1 Pembuatan Krim
Sediaan krim yang digunakan adalah krim
tipe minyak dalam air dan dibuat berdasarkan formula standar vanishing cream (ISFI, 1971) yaitu asam
stearat, gliserin, natrium biborat, trietanolamin, air suling, nipagin.
Cara
pembuatan yaitu:
Timbang semua bahan yang diperlukan.
Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase
minyak dan fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas
air dengan suhu 70o-75oC, fase aiy yaitu trietanolamin,
gliserin, metil paraben dan air suling dilarutkan dalam air panas. Kemudian
fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase air ditambahkan secara
perlahan-lahan ke dalam fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai
diperoleh massa krim
3.3.2
Pembuatan Krim Ekstrak Luka Bakar
Timbang 5 gram ekstrak kental, kemudian
masukkan kedalam lumpang diencerkan dengan sedikit pelarut kemudian digerus.
Ditambahkan 100 gram bahan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus
samapi homogen.
3.4
Penggunaan Sediaan Krim Terhadap Luka
Bakar
Penggunaan sediaan krim yaitu dengan
mengoleskan pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar tersebut
sebanyak 0,350 gram secara merata pada permukaan luka dengan interval
pengolesan 6 jam (tiga kali sehari).
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Daun tumbuhan senduduk mengandung
saponin, tanin, flavonoid, glikosida, dan streoid.
Tanin berfungsi sebagai adstringen yang
dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan
eksudat dan pendarahan yang ringan (Anief, 1997), sehingga mampu menutup luka
dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka.
Saponin memiliki kemampuan sebagai
pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami
infeksi yang berat (Robinson, 1995).
Flavonoid bersifat sebagai anti
inflamasi, anti alergi, mencegah proses oksidasi, dan anti oksidan serta
berbagai fungsi lainnya (Jansen, 2006). Steroid sebagai anti radang yang mampu
mencegah kekakuan dan nyeri (Tan Hoan Tjay & Kirana, 2002).
Dalam penyembuhan luka, daun tumbuhan
senduduk dapat diolah menjadi krim agar dapat digunakan untuk penyembuhan luka
bakar. Cara penggunaan sediaan krim pada luka bakar yaitu dengan mengoleskan
sediaan krim pada kulit yang melepuh atau yang mengalami luka bakar tersebut
sebanyak 0,350 gram secara merata pada permukaan luka dengan interval
pengolesan 6 jam (tiga kali sehari).
4.2
Saran
4.2.1
Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami dan dapat menambah
wawasan mahasiswa tentang manfaat daun tumbuhan senduduk sebagai penyembuhan
luka bakar.
4.2.2
Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas
tentang penyembuhan pada luka bakar dengan menggunakan tumbuhan herbal.
4.2.3
Bagi Masyarakat
Diharapakan agar dapat menambah
pengetahuan tentang cara penyembuhan luka bakar dengan menggunakan daun
tumbuhan senduduk dan bagaimana cara penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Moenajat, Y.
(2003). Luka Bakar Pengetahuan Klinik Praktis. Edisi II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI
Sangat bermanfaat sekali
Cara menghilangkan bau badan secara alami