BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Deman thipoid
masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit
menular yang tercantum dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962, tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi
kejadian deman thipoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun
1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari
survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi 26.606
kasus.
Insiden demam
thipoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan ; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per
100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan erhubungan erat dengan
penyediaan air bersish yang belum memadai
serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat
kesehatan lingkungan.
Case fatality
rate (CFR) demam thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh kematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995
demam thipoid tidak termasuk dalam sepuluh penyakit dengan mortalitas
tertinggi.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid ?
1.3
Tujuan
1.3.1 Umum
Menjelaskan
asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid
1.3.2 Khusus
a. Menjelaskan
definisi demam thypoid
b. Menjelaskan
etiologi demam thypoid
c. Menjelaskan
klasifikasi demam thypoid
d. Menjelaskan
patofisiologi demam thypoid
e. Menjelaskan
manifestasi klinis demam thypoid
f. Menjelaskan
pemeriksaan penunjang demam thypoid
g. Menjelaskan
penatalaksanaan medis demam thypoid
h. Menjelaskan
komplikasi demam thypoid
i. Menjelaskan
askep pasien dengan demam thypoid
1.4
Manfaat
1.4.1 Manfaat
teorotis
Menambah
pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan demam thypoid.
1.4.2 Manfaat
praktis
a. Tenaga
keperawatan
Agar
tenaga keperawatan mampu menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan.
b. Mahasiswa
Agar
mahasiswa menambah referensi tentang demam thypoid
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii
yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan
spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan somatik
antigen (tidak
menyebar) ada
dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch, menyebar) terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul)
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia
akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan
atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam
usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak
peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan
nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer)
menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat
ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak
difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke
organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi
usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,
instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan
oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi
yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul
terutama dalam usus halus, jaringan limfe
mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada
dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi
intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60
hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari
dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis
dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul
dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran
pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala,
anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C).
Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid
dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian
belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan.
Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah
dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti
delirium.
Roseola (rose spot), pada
kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua.
Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.
2.5 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
1.
Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam
typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
2.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam
typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
·
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
·
Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama
positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
·
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau
dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
·
Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah
mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negatif.
4.
Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin
H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutinin
Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O
dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin
besar klien menderita typhoid.
2.6 Penatalaksanaan
1.
Tirah baring atau bed rest.
2.
Diit lunak atau diit padat
rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3.
Obat-obat :
a.
Antimikroba :
-
Kloramfenikol 4 X 500 mg
sehari/iv
-
Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari
oral
-
Kotrimoksazol 2 X 2 tablet
sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis
yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
-
Ampisilin atau amoksisilin 100
mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba
diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b.
Antipiretik seperlunya
c.
Vitamin B kompleks dan vitamin
C
4.
Mobilisasi bertahap setelah 7
hari bebas demam.
2.7 Komplikasi
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik,
renjatan septik, pielonefritis, kolesistisis, pneumonia, miokarditis,
peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir kronik.
Kuman Salmonella
typhii
masuk ke saluran cerna
(melalui makanan yang terce
|
Sebagian masuk
Ke usus halus
|
Peningkatan asam
lambung
|
Ileun terminalis
|
Mual, Muntah
|
Perdarahan dan
perforasi
|
Masuk aliran limfe
|
Sebagian menembus
lamina propia
|
Sebagian hidup dan
menetap
|
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
|
MK
= Kekurangan Volume Cairan
|
Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang
|
DEMAM
TIFOID
|
Infeksi Salmonella typhi,
Paratyphi dan
Endotoksin
|
Hepato megali,
Splenomegali
|
Masuk dan bersarang dihati
dan limpa
|
Menembus dan masuk aliran darah
|
MK = Hipertermi
|
Hipothalamus
|
Demam
|
Peningkatan
Suhu tubuh
|
BAB
3
CASE
STUDY
Kasus :
Tn.
T (6 tahun) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Gambiran karena demam tidak turun,
pagi turun sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan
oleh perawat didapatkan data mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien
tampak lemah, T : 40oC, N : 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien
tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya 500 cc /jam. Lidah kotor.
Pasien didiagnosa demam thypoid.
3.1
Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Nama : Tn. T
Tempat tanggal lahir : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur :
6 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan :
Status :
Agama :
Alamat :
Tanggal MRS :
No. RM :
Diagnosa Medis : Demam Thypoid
b. Keluhan utama :
Demam
c. Riwayat
kesehatan
·
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan
kurang nafsu makan, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada
muntah. Panas berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar
kemudian panas lagi.
·
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
penyakit seperti sekarang ini, apakah pasien pernah dirawat di RS, atau pernah
sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah minum obat biasa
yang dijual di pasaran.
·
Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang
pernah sakit seperti pasien.
3.1.2 Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan
umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien.
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien
·
Suhu : 40oc
·
Nadi : 90 x/menit
·
RR : 23 x/menit
b. Tanda-tanda
vital dan pemeriksaan persistem
Suhu
: 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit
1. B1
(breath)
·
Bentuk dada : simetris
·
Pola nafas : teratur
·
Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
·
Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
·
Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
·
Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu
pernafasan
2. B2
(Blood)
·
Irama jantung : teratur
·
Nyeri dada : tidak ada
·
Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan
·
Akral : Tangan bentuk simetris, tidak
ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat,
tangan kanan terpasang infus. Kaki bentuk simetris, tidak ada pembatasan gerak
dan oedem, akral hangat.
3. B3
(Brain)
·
Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak
mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap
cahaya, produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
·
Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa
lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat
bantu, dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
·
Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan
bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada
terlihat pembesaran mukosa atau polip.
·
Kesadaran : kompos mentis
4. B4
(Bladder)
·
Kebersiahan : bersih
·
Bentuk alat kelamin : normal
·
Uretra : normal
·
Produksi urin : tidak normal (sedikit) 500 cc/jam,
buang air kecil tidak menentu, rata-rata 4-6x sehari, tidak pernah ada keluhan
batu atau nyeri.
5. B5
(Bowel)
·
Nafsu makan : anoreksia
·
Porsi makan : ¼ porsi
·
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah
tampak kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan gusi, tidak
teerlihat pembesaran tonsil
·
Mukosa: pucat
6. B6
(Bone)
·
Kemampuan pergerakan sendi : normal
·
Kondisi tubuh :
kelelahan, malaise, lemah
3.2 Analisa Data
Analisa Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Data
Subjektif
1.
Demam (panas naik turun)
2.
Mual
3.
Muntah
Data
Objektif
1.
Mukosa bibir kering
2.
Turgor kulit jelek
3.
Pasien tampak lemah
4.
Lidah tampak kotor
5.
Keluaran urin 500 cc/24 jam
6.
T : 40oc
7.
N : 90 x/m
8.
RR : 23x/m
9.
Berkeringat
|
Kuman Salmonella
typhii
masuk ke
saluran cerna
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
Peningkatan asam
lambung
Mual, Muntah
MK = Kekurangan Volume Cairan
|
Kekurangan
volume cairan
|
Berhubungan
dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
|
Data Subjektif
1.
Demam (panas naik turun)
Data Objektif
1.
Mukosa bibir kering
2.
Turgor kulit jelek
3.
Pasien tampak lemah
4.
Lidah tampak kotor
5.
T : 40oc
6.
N : 90 x/m
7.
Berkeringat
|
Kuman Salmonella
typhii
masuk ke
saluran cerna
Sebagian masuk
Ke usus halus
Ileun terminalis
Sebagian menembus
lamina propia
Masuk aliran limfe
Menembus dan masuk
aliran darah
Hipothalamus
Demam
Peningkatan
Suhu tubuh
MK =
Hipertermi
|
Hipertermi
|
Berhubungan dengan proses infeksi
|
3.3 Diagnosa
1.
Kurangnya
volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu
tubuh
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3.4 Prioritas Masalah
1.
Kurangnya
volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu
tubuh.
3.5
Planning
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : asupan
cairan adekuat dalam jangka waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil:
- Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran
yang seimbang dalam 24 jam.
-
Menampilkan hidrasi yang baik misalnya
membran mukosa yang lembab.
- Memiliki asupan cairan oral dan atau
intravena yang adekuat.
|
1. Kaji
tanda-tanda dehidrasi.
2. Berikan
minum per oral sesuai toleransi.
3. Atur
pemberian cairan infus sesuai order.
4. Ukur
semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.
|
Intervensi lebih dini
Mempertahankan intake
yang adekuat
Melakukan rehidrasi
Mengatur keseimbangan
antara intake dan output
|
2.
|
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan :
mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam
- Kriteria
Hasil:
- Suhu
antara 36o-37o c
- RR
dan nadi dalam batas normal
- Membran
mukosa lembab
- Kulit
dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.
- Pakaian
dan tempat tidur pasien kering
|
1. Monitor
tanda-tanda infeksi.
2. Monitor
tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Berikan
suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
4. Kompres
dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5. Berikan
cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
6. Berikan
antipiretik, jangan berikan aspirin.
7. Monitor
komplikasi neurologis akibat demam.
|
Infeksi pada umumnya
menyebabkan peningkatan suhu tubuh
Deteksi resiko
peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen
tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.
Kehilangan panas
tubuh melalui konveksi dan evaporasi
Memfasilitasi
kehiliangan panas lewat konveksi dan konduksi.
Menggantikan cairan
yang hilang lewat keringat.
Aspirin bersiko
terjadi perdarahanGI yang menetap.
Febril dan enselopati
bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
|
3.6
Implementasi
No
|
Hari / Tanggal Waktu
|
Implementasi
|
Paraf
|
1.
|
Senin, 28 November 2011
Jam 10.00 WIB
|
1. Mengkaji
tanda-tanda dehidrasi.
2. Memberikan
minum per oral sesuai toleransi.
3. Mengatur
pemberian cairan infus sesuai order.
4. Mengukur
semua cairan output (muntah,urine, diare), dan mengukur semua intake.
|
|
2.
|
Senin,
28 November 2011
Jam
11.00 WIB
|
1. Memonitor
tanda-tanda infeksi.
2. Memonitor
tanda-tanda vital setiap 2 jam.
3. Memberikan
suhu lingkungan yang nyaman pada pasien serta memakaikan pakaian tipis.
4. Mengkompres
dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5. Memberikan
cairan iv sesuai order atau memnganjurkan intake cairan yang adekuat.
6. Memberikan
antipiretik.
7. Memonitor
komplikasi neurologis.
|
|
3.7
Evaluasi
Diagnosa
1:
S : Pasien menunjukkan hidrasi yang baik
O : TTV normal, intake dan output cairan seimbang.
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang
Diagnosa 2:
S : Pasien mengatakan tidak demam lagi
O : TTV
normal, membran mukosa lembab, kulit dingin dan bebas dari keringan yang
berlebih, pakaian dan tempat tidur pasien kering.
A : Masalah
teratasi
P : Pasien
pulang
BAB 4
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Demam tifoid atau thypoid fever atau
thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhii.
Salmonella
mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) antigen H (Hauch,
menyebar) dan antigen V1 (kapsul). Kuman Salmonella
masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam
usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak
peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi
terpendek 3 hari dan terlama 60 hari.
3.2
Saran
Dengan penulisan makalah ini diharapkan
mahasiswa memahami dan mampu memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan
demam thypoit. Dan bagi institusi diharapkan mampu dengan baik dalam menjalankan
asuhan keperawatan pada pasien demam thypoit yang sesuai dengan prosedur.
PERTANYAAN
1.
Apakah penyakit Thypus dan Demam Thypoid
itu sama?
Jawab : Demam Thypoid dan Thypus itu sama, hanya
namanya yang berbeda. Sebenarnya Thypus itu berasal dari kata Thypus abdominalis yang artinya sama
dengan Demam Thypoid.
2.
Apakah jika penderita yang pernah sakit
demam thypoid dan telah sembuh, bisa terinfeksi bakteri Salmonella Thypii lagi?
Jawab : Bisa. Karena bakteri Salmonella Thypii dapat menular melalui makanan dan minuman, jadi
jika orang tersebut memakan makanan atau minuman yang terinfeksi bakteri
tersebut maka orang tersebut bisa saja terinfeksi lagi dan mengalami sakit
Demam Thypoid lagi.
3.
Kenapa demam thypoid sering terjadi pada
anak-anak?
Jawab : karena pada anak-anak daya tahan tubuhnya
masih rentan, selain itu pada anak-anak sering atau senang memasukkan apapun ke
dalam mulutnya yang kita tidak ketahui apakah ada bakteri Salmonella Thypii di dalam
benda-benda yang masuk ke dalam mulutnya tersebut.
4.
Mengapa bakteri Salmonella Thypii dapat menyebabkan hepatomegali? Apakah itu
merupakan infeksi dari bekteri tersebut atau merupakan komplikasi?
Jawab : Bakteri Salmonella
Thypii masuk melalui saluran pencernaan masuk ke usus halus dan kemudian
masuk ke hepar. Di hepar terjadi proses fagositosis racun, karena adanya
bakteri disana maka kerja hepar semakin kuat untuk mengkompensasi dalam
membunuh kuman bakteri yang ada didalam hepar.
5.
Bagaimana cara penularan penyakit Demam
Thypoid?
Jawab : penularannya
melalui saluran pencernaan yaitu bisa melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi bakteri Salmonella Thypii.
6.
Mengapa anda mengambil diagnosa
keperawatan Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan
dan peningkatan suhu tubuh?
Jawab : karena bakteri Salmonella Thypii masuk kesaluran
pencernaan melalui makanan yang kemudian sebagian dimusnahkan asam lambung dan
menyebabkan peningkatan asam lambung yang mengakibatkan pasien merasa mual
muntah, dari perasan mual muntah itu sendiri dapat munurunkan intake nutrisi.
7.
Pada pasien demam thypoid diit yang
seperti apa yang diberikan?
Jawab : untuk pasien yang baru masuk RS
diberikan diit lunak setelah itu kita berikan makanan setengah padat dan
kemudian makanan padat.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta
: EGC
Anonim. 2007. Demam Thypoid. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ demam-thypoid.pdf (diakses pada tanggal 18 November 2011, Jam 09.00
WIB)
0 komentar:
Posting Komentar