BAB 1
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tingkah laku adalah aksi, reaksi,
terhadap perangsangan dari lingkungan. Bisa beruparespon pasif atau tanpa
tindakan, maupun aktif dengan tindakan. Tingkah laku dapatmengalami suatu
perubahan yang relatif menetap. Tingkah laku anak sangat dipengaruhi
olehkarakteristik individu dan lingkungannya. Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan anak.
Ada beberapa jenis tingkah laku anak
yaitu Koperatif (Cooperative), Kurang
koperatif (Inability to Cooperative),
Tingkah laku yang tidak terkontrol (hysterical
or Uncontrolled Behavior), Anak yang keras kepala (Obstinate Behavior), Anak yang Pemalu (Timid Behavior), Tingkah laku yang tegang (Tense Cooperative), Anak yang Cengeng (Whining Patient).
Adapun tehnik-tehnik dalam menangani
tingkah laku anak yaitu, komunikasi dengan pasien, penanganan farmakologis dan
penanganan non farmakologis. Yang termasuk penanganan non farmakologis adalah
pembentukan tingkah laku TSD atau ceritakan (Tell), tunjukan (Show),
kerjakan (Do), pengontrolan suara,
Reinforcement, HOME (Hand Over Mounth
Excercises), Modelling,
Desensitisasi, Hipnosis, Appointment physical
restraint.
Setiap anak memiliki sifat dan prilaku
yang berbeda-beda saat menjalankan suatu perawatan, ada yang dapat
menerima perawatan dengan baik dan ada yang tidak.
Teknik pengendalian fisik (restraint) merupakan teknik menahan
gerakan pasien dengan cara mengunci gerakan tangan, kepala, ataupun kaki pasien
sehingga memudahkan perawatan. Tekhnik ini biasanya digunakan pada anak
yang mengalami kondisi tertentu, seperti gangguan kepribadian, tujuan
penggunaan teknik ini adalah untuk mencegah terjadinya luka ataupun hal-hal
yang tidak diinginkan pada pasien ataupun orang lain yang terlibat
dalam perawatan.
Manfaat penggunaan teknik pengendalian
fisik (restraint) adalah supaya
pasien yang mengalami gangguan kepribadian ataupun pasien yang tidak dapat
menjadi kooperatif dapat mendapatkan perawatan dengan baik.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
tekhnik penggunaan tindakan fisik (restrain)
pada bayi dan anak ?
Tujuan
Penulisan
Tujuan
Umum
Menjelaskan
tekhnik penggunaan tindakan fisik (restrain)
pada bayi dan anak.
Tujuan
Khusus
Menjelaskan
definisi Restraint
Menjelaskan
tujuan penggunaan Restrain
Menjelaskan
indikasi penggunaan Restrain pada
bayi dan anak
Menjelaskan
kontraindikasi penggunaan Restrain
pada bayi dan anak
Menjelaskan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Restrain pada bayi dan anak
Menjelaskan
macam-macam Restrain pada bayi dan
anak
Manfaat
Penulisan
1.4.1 Bagi
Mahasiswa
Agar
mampu memahami tentang penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak, serta dapat mengetahui macam-macam Restraint pada bayi dan anak.
1.4.2 Bagi
Institusi
Agar dapat
memberikan penjelasan yang lebih luas penggunaan tindakan
fisik (restrain) pada bayi dan anak serta dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang
penggunaan tindakan fisik (restrain)
pada bayi dan anak.
1.4.3 Bagi
Masyarakat
Agar lebih
mengerti dan memahami tentang penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak, serta dapat
lebih mengetahui macam-macam Restraint
pada bayi dan anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Restraint
(dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu
yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan fisik dan
psikologis individu.
Restraint
(fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan intervensi
verbal, chemical restraint mengalami
kegagalan. Seklusi merupakan bagian dari restraint fisik yaitu dengan
menempatkan klien di sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan
tujuan meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak.
Restrein seringkali dapat dihindari dengan persiapan anak yang adekuat,
pengawasan orang tua atau staf terhadap anak, dan proteksi adekuat terhadap
sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan
perkembangan anak, status mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau
orang lain dan keamannnya.
2.2 Tujuan Penggunaan Restraint
Untuk
memastikan keselamatan dan kenyaman anak
Memfasilitasi
pemeriksaan
Membantu
dalam pelaksanaan uji diagnostik dan prosedur terapeutik
2.3 Indikasi Penggunaan Restrain
Penggunaan tekhnik pengendalian fisik (restrain) dapat siterapkan dalam
keadaan:
Pasien
yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi
kooperatif karena suatu keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur,
pasien agresif atau aktif dan pasien yang memiliki retardasi mental.
Ketika
keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa
pengendalian fisik (restraint).
Sebagai
bagian dari suatu perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat sedasi.
2.4 Kontraindikasi Pengunaan Restrain
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam
keadaan yaitu:
Tidak
bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk
melaksanakan prosedur kegiatan.
Pasien
anak kooperatif.
Pasien
anak memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) pada anak dalam penatalaksanaanya
harus memenuhi syarat-syarat yaitu sebagai berikut:
Penjelasan
kepada pasien anak mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkandalam perawatan, dengan harapan memberikan
kesempatan kepada anak untuk memahami bahwa perawatan yang akan diberikan
sesuai prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan.
Memiliki
izin verbal maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis
teknik pengendalian fisik yang boleh digunakan kepada pasien anak
dan pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat digunakan
terhadap pasien berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul.
Adanya
dokumen yang menjelaskan kepada orang tua pasien anak maupun
pihak keluarga pasien yang bersangkutan mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan.
Adanya
penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan
pengendalian fisik (restraint) untuk
memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar,
serta memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap dalam
keadaan baik.
Alasan mengapa perlu digunakan teknik
pengendalian fisik (restraint) adalah
karena tenaga kesehatan harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik
pengendalian tersebut dapat dilaksanakan dengan cara menjaga keamanan pasien
ataupun keluarga yang bersangkutan, mengontrol tingkat agitasi dan agresi
pasien, mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan dukungan fisik bagi
pasien.
2.5 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam
penggunaan Restraint pada bayi dan
anak
Pada
kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter.
Sesegera
mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter
untuk mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Intervensi
restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam
untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun.
Evaluasi
dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk anak-anak dan usia 9-17
tahun.
Waktu
minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4 jam
untuk usia <17 tahun.
Selama
restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi:
Tanda-tanda
cedera yang berhubungan dengan restrain
Nutrisi
dan hidrasi
Sirkulasi
dan Range of Motion eksstremitas
Vital Sign
Hygiene dan
eliminasi
Status
fisik dan psikologis
Kesiapan
klien untuk dibebaskan dari restrain
Alat restrain bukan tanpa resiko dan
harus diperiksa dan di dokumentasikan setiap 1-2 jam untuk memastikan bahwa
alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang
dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau
integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997)
merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat untuk anak yang direstrain
adalah:
Lepaskan
dan pasang kembali restrain secara periodik
Lakukan
tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik bukan restrain
mekanik
Lakukan
latihan rentan gerak jika diperlukan
Tawarkan
makanan, minuman dan bantuan untuk eliminasi, beri anak dot.
Diskusikan
kriteria pelepasan restrain
Berikan
analgesik dan sedatif jika diinstruksikan atau di minta
Hindari
kemarahan psikologik kepada pasien lain
Berikan
distraksi (membaca buku) dan sentuhan
Pertahankan
harga diri anak
Lakukan
pengkajian keperawatan yang kontinu
Dokumentasikan
penggunaan restrain
2.6 Jenis-jenis Restrain pada Bayi dan Anak
2.6.1 Pengendalian
fisik (physical restraint) dengan
menggunakan alat
Pengendalian fisik dengan menggunakan
alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan bantuan alat bantu untuk
menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan rahang dan mulut
pasien.
Alat
bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien
Sheet and ties
Penggunaan selimut untuk membungkus
tubuh pasien supaya tidak bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke
seluruh tubuh pasien dan menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya
dengan tali.
Restraint Jaket
Restraint
jaket digunakan pada anak dengan tali diikat dibelakang tempat tidur sehingga
anak tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian bawah tempat
tidur, menjaga anak tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan anak pada posisi
horizontal yang diinginkan.
Papoose board
Papoose
board merupakan alat yang biasa digunakan untuk
menahan gerak anak saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah
anak ditidurkan dalam posisi
terlentang di atas papan datar dan bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki
anak diikat dengan menggunakan tali kain yang besar. Pengendalian dengan
menggunakan papoose board dapat
diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah anak berontak dan menolak perawatan.
Tujuan utama dari penggunaan alat
ini adalah untuk menjaga supaya pasien anak tidak terluka saat mendapatkan
perawatan.
Gambar 2.1 Alat Restrain Sheet and ties
Restraint Mumi
atau Bedong
Selimut
atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya dilipat
ke tengah.
Bayi
diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke
arah sudut yang berlawanan.
Lengan
kanan bayi lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke
tengah melintasi bahu kanan anak dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian
kiri.
Lengan
kiri anak diletakkan lurus rapat dengan tubuh anak, dan sisi kiri selimut
dikencangkan melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh anak bagian kanan.
Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau
dikencangkan dengan pinpengaman.
Restraint
Lengan dan Kaki
Restraint
pada
lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk mengimobilisasi satu atau lebih
ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau untuk memfasilitasi
penyembuhan. Beberapa alat restraint
yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali pakai, atau dapat
dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis.
Jika restraint
jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh anak. Harus dilapisi
bantalan untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera
jaringan. Pengamatan ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya
tanda-tanda iritasi dan atau gangguan sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat tidur, karena
jika penghalang tersebut diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering
disertai sentakan tiba-tiba yang dapat menciderai anak.
Restraint siku
Adalah tindakan mencegah anak menekuk
siku atau meraih kepala atau wajah. Kadang-kadang penting dilakukan pada pasien
setelah bedah bibir atau agar anak tidak menggaruk pada kulit yang terganggu.
Bentuk restraint siku paling banyak
digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang untuk mengikat
tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan sejumlah kantong
vertikal tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan di seputar lengan dan direkatkan dengan
plester atau pin.
Pedi-wrap
Pedi-wrap
merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher
sampai pergelangan kaki pasien anak untuk menstabilkan tubuh anak serta
menahan gerakan tubuh anak. Pedi-wrap
mempunyai berbagai variasi ukuran sesuai dengan kebutuhan.
Gambar
2.2 Alat Restrain Pedi-wrap
Alat
bantu untuk menahan gerakan mulut dan rahang pasien
Molt Mouth Prop
Molt
mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam
melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan dalam anestesi umum untuk
mencegah supaya mulut tidak tertutup saat perawatan dilakukan. Alat
ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka
mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.
Penggunaan molt mouth prop harus
memperhatikan posisi rahang pasien saat
pasien membuka mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular.
Sebagai tambahan, dokter gigi harus memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga lima belas
menit agar rahang dan mulut pasien dapat beristirahat.
Gambar
2.3 Alat Restrain Molt Mouth Prop
Molt Mouth Gags
Molt mouth gags
juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menahan mulut
pasien.
Gambar
2.4 Alat Restrain Molt Mouth Gags
Tongue Blades
Tongue blades
merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan lidah pasien supaya
tidak mengganggu proses perawatan.
Gambar
2.5 Alat Restrain Tongue Blades
Pengendalian
fisik (physical restraint) tanpa
bantuan alat (dengan bantuan orang lain)
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat
merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa menggunakan bantuan alat,
pengendalian bentuk ini merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan bantuan perawat
maupun bantuan orang tua atau pihak keluarga pasien.
Pengendalian
fisik dengan bantuan tenaga kesehatan
Pengendalian fisik dengan menggunakan
bantuan tenaga kesehatan merupakan bentuk pengendalian fisik dimana
diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien anak
dengan cara memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien anak.
Pengendalian
fisik dengan bantuan orang tua pasien
Pengendalian fisik dengan bantuan orang
tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik dengan bantuan tim medis
(tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien
anak. Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai anak
apabila dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab anak lebih
merasa aman apabila dekat dengan orang tuanya.
2.7 Resiko Penggunaan Restraint pada Bayi dan Anak
Terdapat beberapa laporan ilmiah
mengenai kematian pasien anak yang disebabkan oleh penggunaan teknik
pengendalian fisik (restraint). Hubungan
kematian pasien dengan gangguan psikologi yang disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika
pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien anak mengalami reaksi psikologis
yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac arrhythmia
yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia,
excited delirium, acute pulmonary edema, atau pneumonitis yang dapat
menyebabkan kematian pada anak.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam mengatasi tingkah laku anak yang
sangat beragam, seorang tenaga medis memerlukan
teknik tertentu dalam melakukan perawatan, salah satunya adalah dengan penggunaan
teknik pengendalian fisik (restraint).
Teknik pengendalian fisik (restraint) hanya
boleh digunakan pada anak yang tidak dapat menjadi kooperatif, teknik ini tidak
boleh digunakan pada anak yang kooperatif atau anak yang memiliki potensi
menjadi kooperatif. Teknik pengendalian fisik memiliki beberapa jenis, yaitu
teknik pengendalian dengan menggunakan bantuan alat dan teknik pengendalian
tanpa menggunakan bantuan alat. Teknik pengendalian dengan
menggunakan alat merupakan teknik pengendalian yang dalam
proses pengendaliannya menggunakan alat bantu.
Sedangkan teknik pengendalian tanpa menggunakan
alat merupakan teknik pengendalian fisik dengan bantuan orang lain, teknik ini dapat
dibagi menjadi dua jenis, yakni teknik pengendalian dengan menggunakan bantuan
tim medis dan teknik pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua.
Dalam praktiknya, teknik pengendalian
fisik (restraint) tidak selalu dapat
diterapkan pada setiap anak, sebab teknik ini memiliki resiko yang dapat
membahayakan pasien anak hingga dapat menyebabkan kematian pada anak.
Penggunaan teknik ini menyebabkan terjadinya berbagai berdebatan di kalangan
masyarakat karena cara penerapannya yang dianggap kasar. Oleh karena itu, tekhnik
pengendalian fisik yang baik tidak boleh berdampak buruk terhadap keadaan
tubuh pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekhnik
pengendalian fisik memiliki beberapa cara perawatan yang berbeda, tetapi
tekhnik restraint yang paling
baik adalah teknik pengendalian tanpa penggunaan bantuan alat, sebab
dengan menggunakan alat, anak akan cenderung merasa depresi karena tubuh anak
hanya ditahan oleh alat bantu, dan tidak dapat merasakan sentuhan dari orang
lain, terutama orang terdekat pasien anak yaitu orang tua maupun keluarga dekat
pasien anak,sedangkan teknik pengendalian tanpa menggunakan alat akan cenderung
membuat pasien anak merasa lebih nyaman dan aman.
Seorang perawat yang baik harus dapat
membuat pilihan yang bijaksana dalam menangani pasien anak, terutama yang tidak
kooperatif. Pilihan tekhnik pendekatan perawatan yang baik akan memberikan
hasil yang baik dan maksimal dalam proses perawatan, teknik restraint hanya boleh digunakan
apabila teknik pendekatan yang lain sudah digunakan dan tidak berhasil.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi
Mahasiswa
Diharapkan
mampu memahami tentang penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak, serta dapat mengetahui macam-macam Restraint pada bayi dan anak.
3.2.2 Bagi
Institusi
Diharapkan dapat
memberikan penjelasan yang lebih luas penggunaan tindakan
fisik (restrain) pada bayi dan anak serta dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang
penggunaan tindakan fisik (restrain)
pada bayi dan anak.
3.2.3 Bagi
Masyarakat
Diharapkan lebih
mengerti dan memahami tentang penggunaan tindakan fisik (restrain) pada bayi dan anak, serta dapat
lebih mengetahui macam-macam Restraint
pada bayi dan anak.